Lingkungan Hidup

Plastik, Pertanyaan Bumi Terhadap Masa Depan Kehidupan

(Ilustrasi oleh: Hardi Rahman Ayka)

“Di akhirat nanti, sedotan akan bersaksi atas dosa-dosa manusia di dunia.”

Isu besar yang membayangi manusia sejak awal abad 21 adalah sampah plastik yang kian hari mencemari bumi, baik di laut maupun di darat. Di laut, jumlah biota laut masih kalah dengan plastik yang tergenang. Bahkan, semakin banyak di temukan ikan-ikan yang mati dan di dalam tubuhnya terdapat sampah plastik. Kantong plastik yang hanyut di lautan dimakan oleh penyu, karena mereka mengira plastik-plastik tersebut adalah ubur-uburi. Di darat sendiri tempat pembuangan akhir setiap harinya menampung ribuan ton sampah plastik yang sebagian besar sulit diurai tanah.

Kejadian tersebut seharusnya sudah bisa membuka mata manusia, kehidupan sudah berada di taraf yang memprihatinkan hanya karena sampah plastik. Sampai saat ini belum ada peraturan yang tegas terhadap pemakaian plastik secara tepat, sehingga di pasaran merajalela plastik-plastik sekali pakai yang tidak dipikirkan kemana plastik tersebut berakhir. Contoh kecilnya adalah kemasan makanan yang tidak ramah lingkungan, gelas plastik sekali pakai, dan sedotan.

Di Sana Ia Bermula, Di Sana Pula Ia Bermuara

Kehidupan yang serba instan membuat manusia berpikir dan melahirkan inovasi baru yang memudahkan mereka menjalani hidup. Salah satunya adalah menciptakan kemasan. Industri kemasan kian hari semakin berkembang. Berbagai kemasan unik dan menarik dibuat dengan berbagai tujuan, salah satunya adalah meningkatkan nilai jual dan kepraktisan pengemasan makanan. Celakanya, kemasan-kemasan tersebut sebagian besar dibuat dari plastik dan hanya bisa sekali pakai saja.

Sebagai contoh, jika kita pergi ke kafe, banyak yang menyediakan kemasan kopi atau minuman lain di dalam gelas plastik. Setelah selesai diminum, gelas plastik tersebut dibuang karena memang secara estetika, gelas plastik tersebut hanya untuk sekali pakai. Ditambah lagi sedotan yang digunakan untuk menyedot minuman di dalamnya. Dalam sehari, ratusan orang datang untuk menikmati kopi di dalam gelas plastik dan kopi tersebut disedot dengan sedotan. Setelah selesai, mereka tidak peduli, gelas plastik dan sedotan tersebut akan kemana lagi.

Contoh lainnya, di minimarket terdapat minuman-minuman yang dikemas di dalam botol plastik. Setelah berpindah tangan ke konsumen, minuman tersebut akan diminum, sedangkan botolnya akan segeradibuang. Setelah di tong sampah, di mana botol plastik tersebut berada?

Plastik-plastik tersebut mengancam kehidupan manusia di masa depan. Tidak perlu menunggu ratusan tahun, mungkin hanya puluhan tahun, bencana akan benar-benar tiba.

Plastik yang semula digunakan untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah, kini karena tidak adanya kontrol, plastik malah mengancam kehidupan manusia. Laut airnya mengandung mikroplastik, dan ikan pun tercemar mikroplastik. Manusia memakan ikan-ikan tersebut, dan kini di dalam tubuh manusia mengandung mikroplastik. Adanya plastik di dalam tubuh manusia bisa menyebabkan kanker dan berakhir pada kematian.

Kampanye Polusi Plastik versus Produsen Kemasan Plastik

Sebagian masyarakat kini mulai peduli terhadap isu sampah plastik, sebagian di antaranya membuat pengolahan plastik, baik yang sifatnya daur ulang, ataupun sumber energi alternatif, sisanya membuat organisasi lingkungan yang menumbuhkan kepedulian masyarakat dan melakukan perlawanan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak ramah lingkungan.

Beberapa orang banyak yang tertarik membuat perusahaan recycle, atau daur ulang plastik. Tujuannya adalah agar sampah plastik yang sudah tidak terpakai dapat dijadikan resin atau pellet, atau biji plastik dengan kualitas rendah. Biji plastik tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk-produk yang memiliki nilai jual. Sedangkan untuk sumber energi alternatif, rata-rata pihak pemerintah yang memilih langkah ini, dan pelaksanaannya dibantu oleh masyarakat.

Keberadaan perusahaan-perusahaan daur ulang tampaknya masih belum optimal. Sampah plastik belum bisa terkendali, karena secara hukum, belum ada regulasi yang tegas terhadap penggunaan plastik, terutama plastik sekali pakai.

Beberapa organisasi peduli lingkungan sangat giat melakukan kampanye untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai, terutama shopping bag, sedotan, gelas plastik, dan sebagainya. Langkah mulia seperti itu harusnya semakin digiatkan agar semakin terbuka pikiran masyarakat, bahwasanya kehidupan manusia sudah sangat terancam.

Beberapa perusahaan makanan besar dikritik oleh mereka karena penggunaan kemasan plastik yang tidak dikontrol dengan tepat. Bahkan, sebagian besar restoran cepat saji saat ini menghentikan penggunaan sedotan dan gelasplastik, kini diganti dengan paper cup atau gelas kertas.

Di sisilain, pihak yang ketar-ketir terhadap keberadaan organisasi seperti itu adalah perusahaan kemasan plastik, baik yang khusus membuat shopping bag untuk di mall atau minimarket, maupun perusahaan flexible packaging. Perusahaan-perusahaan tersebut cemas karena langkah-langkah organisasi lingkungan dapat memengaruhi omset mereka. Dampak terburuknya adalah perusahaan mereka kolaps karena pelarangan penggunaan plastik.

Perusahaan yang sudah terkena dampaknya adalah perusahaan tas plastik. Beberapa kota di dunia dan juga di Indonesia sudah melakukan larangan tas plastik sekali pakai. Mereka takut dengan isu lingkungan dan regulasi-regulasi yang siap menjerat mereka. Efeknya, perusahaan-perusahaan yang menyuplai tas plastik tersebut tidak lagi mendapatkan pesanan sehingga omset mereka anjlok, perusahaan-perusahaan itu pun bangkrut.

Perusahaan kemasan plastik mulai memiliki anggapan bahwa pelarangan plastik dan kampanye tersebut merupakan politik yang dilakukan oleh sebagian pihak untuk menghancurkan bisnis plastik dan mempopulerkan bisnis kertas. Karena, jika dipikirkan lebih lanjut, setelah kemasan plastik disingkirkan, maka orang-orang akan beralih menggunakan kemasan dari kertas. Walau sebenarnya isu pengendalian kertas pun sudah lama menjadi perbincangan serius.

Menurut perusahaan kemasan plastik, pelarangan penggunaan plastik itu tidak berdasar. Dampaknya pun menggerus teknologi kemasan plastik baru yang ramah lingkungan. Seolah-olah semua plastik itu sama, maka yang namanya plastik sekali pakai pun harus dilarang. Padahal, teknologi kemasan plastik tersebut bisa menjadi solusi dan alternatif bagi perusahaan kemasan plastik, membuat plastik mereka ramah lingkungan.

Teknologi Kemasan Plastik Ramah Lingkungan, Katanya

Produsentasplastikmulai beralih menggunakan teknologi plastik ramah lingkungan, di mana tas plastik tersebut mengalami degradasi lebih cepat dibandingkan plastik polyethylene convensional. Teknologi tersebut menggunakan additive resin “oxium” dan “biodegradable”. Additive resin oxium atau biodegradable bila dilelehkan dengan resin polyethylene dan yang lainnya dengan komposisi tertentu, dapat mempercepat degradasi. Ini bisa menjadi alternatif menarik pemanfaatan plastik dalam kebutuhan sehari-hari. Namun yang jadi pertimbangan, kualitas dan kekuatan dari plastik tentu akan menurun.

Di Indonesia sendiri, resin oxium dan biodegradable yang cukup populer terbuat dari tepung singkong. Bahkan, Indonesia sudah bisa mengekspor prduk tersebut ke beberapa negara dunia. Karena solusi yang ditawarkan cukup menggiurkan, walau harga dari plastik tersebut akan menjadi lebih mahal dari plastik konvensional. Kita bisa lihat di pasaran banyak terdapat tas plastik yang menggunakan simbol biodegradable dan alur plastik yang akan hancur dalam waktu singkat. Di negara lain, seperti di Korea, mereka berhasil membuat shrink plastic yang terbuat dari jagung. Beberapa perusahaan minuman besar sudah menggunakan produk ini, agar mereka terhindar dari serangan isu lingkungan.

Jika kita mengacu pada “politik” plastik yang ramai di perbincangkan produsen kemasan, kemasan plastik yang biodegradable atau ramah lingkungan ini tetap terkena dampak pelarangandi berbagai daerah di Indonesia. Aturan-aturan tersebut dipandang terlalu keras dan misi terselubung menggagas kembali kemasan kertas pengganti plastik terlihat dengan jelas.

Di sisi lain, teknologi kemasan plastik ramah lingkungan ini masih mendapatkan kecaman, salah satunya dari ilmuan-ilmuan lingkungan PBBii. Dikutip dari The Guardian, teknologi biodegradable ini merupakan falsesolution untuk lautan. Menurut mereka, itu bukan hal yang sederhana. Di laut, plastik ramah lingkungan gagal terdegradasi, karena plastik tersebut hanya akan hancur pada suhu 50 derajat celcius.

Manusia mungkin masih terus berpikir bagaimana caranya menciptakan hal-hal yang mempermudah hidup mereka, tanpa harus merusak lingkungan. Sedangkan, ketika kita benar-benar berpikir ke arah itu, jutaan ton plastik terus diproduksi. Mereka memenuhi pasaran dan kemudian berakhir dengan cepat di tong sampah, di tanah, dan terseret ke laut.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebisa mungkin hindari penggunaan plastik sekali pakai, bawa botol minum sendiri, hentikan menggunakan sedotan, dan minumlah di gelas kaca. Tapi, hal tersebut bukanlah solusi, karena setiap solusi dan perubahan untuk masa depan ada di tangan kita masing-masing. Kita tentu memiliki cara tersendiri, itupun kalau kita masih memiliki rasa peduli.

Begitulah.

_________________________
ihttps://www.wwf.or.id/?57442/Kelestarian-Penyu-dan-Ancaman-Sampah-Plastik diakses tanggal 13 Februari 2019, 19:13.
iihttps://www.theguardian.com/environment/2016/may/23/biodegradable-plastic-false-solution-for-ocean-waste-problem diakses pada tanggal 17 Februari 2019, 10:50.


Bantenhejo.com adalah media jurnalisme warga dan berbasis komunitas. Isi tulisan dan gambar/foto sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Untuk sanggahan silahkan kirim email ke bantenhejo[at]gmail.com.


Tentang Penulis

Cuma seorang pengamat kemasan plastik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *