Mang Apung masih ingat perpisahannya dengan teman-teman kantornya yang lama. Sore itu, ketika matahari belum benar-benar tenggelam, ia akan mentraktir kawan-kawannya makan, sebagai tanda perpisahan. Ia dan kawan-kawannya telah berkumpul di restoran yang mengusung konsep pedesaan. Mulai dari penyajian makanan yang menggunakan peralatan makan pedesaan, hingga makanan yang disajikan; seperti sayur asem, ikan goreng, lalap, sambal, es kelapa hijau. Namun ia lupa, di desa minum tidak menggunakan sedotan. Saat itu ia lupa, atau mungkin ia tidak peduli.
Seusai menyantap hidangan, mereka minum dan bercanda. Mang Apung dan kawan-kawannya saling lempar sedotan satu sama lain. Mereka bercanda dan saling ejek. Hingga kemudian mereka sadar hari telah malam, mereka pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.
Mereka pulang dan tidak peduli terhadap sedotan-sedotan sekali pakai yang mereka gunakan untuk minum dan bercanda itu. Kini, ketika Mang Apung berusaha menggali dosa-dosanya di masa lalu terhadap lingkungan, ia merasa menyesalakan perpisahan saat itu dan mengucapkan istigfar berkali-kali. Matanya sembab, ia memohon ampun kepada Tuhan.
Ribuan tahun yang lalu sebelum Mang Apung berencana mengundurkan diri dari kantornya dan melakukan pesta perpisahan bersama-sama teman-temannya, sebelum ia merasa menyesal terhadap perlakuannya terhadap sedotan plastik sekali pakai,sedotan telah ditemukan. Ia ada untuk membantu manusia untu kminum. Orang-orang Sumeria, sekitar 3000SM, membuat sedotan dari emas untuk meminum bir. Di reruntuhan kota dan makam bangsa Sumeria, para arkeolog menemukan sedotan tersebut dan dihiasi dengan batu lapis lazuli. Dari sana kita lihat, ribuan tahun yang lalu sedotan telah diciptakan, dan mungkin sebelum sedotan dari emas itu, sedotan awal telah dibuat dari kayu atau jerami.
Sekitar tahun 1800-an, meminum dengan sedotan yang terbuat dari rumput dan jerami menjadi sangat populer. Akan tetapi, karena strukturnya begitu lemah, membuat sedotan di masa itu menjadi cepat hancur dan tidak bisa digunakan dalam waktu yang lama. Kemudian, pada tahun 1888 Marvin C. Stone mematenkan sedotan ciptaannya, yang merupakan cikal bakal sedotan modern.
Saat itu, pada musim panas tahun 1880, Stone sedang meminum mint julep, sejenis minuman beralkohol dari campuran bourbon, gula, air, es, dan mint, menggunakan sedotan yang terbuat dari batang gandum. Batang gandum tersebut cepat hancur dan ia menemukan ide untuk membuat sedotan yang lebih baik dari itu. Ia, sebagai produsen kertas rokok, membuat sedotan dari kertas yang digulung di sebatang pensil, lalu ia melapisinya dengan lem. Pada tahun 1890, ia mulai memproduksi sedotan kertas ciptaannya secara masal.
Pada tahun 1930-an, Joseph Friedman membuat sedotan yang mudah ditekuk, hanya karena putrinya berusaha keras meminum milkshake menggunakan sedotan kertas lurus. Ia saat itu memasukkan sekrup kedalam sedotan dan melilitkan benang pada lekukan sekrup, kemudian mengeluarkan sekrup tersebut. Lekukan sekrup itu membuat sedotan mudah ditekuk tanpa harus merusaknya.
Pada tahun-tahun berikutnya, desain-desain sedotan terus berkembang, mulai dari bentuk, warna, dan bahannya. Lalu, dimulailah produksi sedotan berbahan plastik secara besar-besaran.
Secara teori, sedotan dapat dipakai berulang kali. Konsumen pun tidak dilarang membawa pulang sedotan yang mereka pakai di restoran. Tapi, pada kenyataannya karena kehidupan bergerak begitu cepat, sedotan hanya digunakan sekali pakai, kemudian dibuang. Kenyataan-kenyataan seperti itu yang menganggap bahwa satu sedotan plastik bukanlah ancaman, tapi bagaimana dengan satu juta sedotan bekas? Bagaimana jika sedotan-sedotan tersebut tiba-tiba turun dari langit sebagai hujan dan memenuhi jalan-jalan? Sisa-sisa minuman masih menempel di sedotan, dan lingkungan menjadi tampak kumuh.
Bagaimana jika sedotan yang turun bagai hujan itu tiba-tiba berdiri dan berjalan? Sedotan itu menghampiri manusia yang pernah menggunakannya. Ia meminta pertanggungjawaban di hadapan manusia atas dosa-dosa yang mereka buat karena meminum menggunakan sedotan sekali pakai. Gambaran tersebut bukanlah keadaan di akhirat, melainkan hanya ada di dalam pikiran Mang Apung. Mang Apung merinding memikirkan hal tersebut.
Bulakan, 17 Februari 2019