
(Foto: Sukmadi Jaya Rukmana)
Kecamatan Cibeber merupakan salah satu kecamatan terluas di Kabupaten Lebak dengan jumlah desa sebanyak 22 desa. Selain itu Cibeber merupakan salah satu kecamatan yang paling kaya di Lebak, mulai dari pertanian, kandungan mineral, hutan yang masih asri, dan tempat tinggalnya masyarakat kasepuhan yang tergabung dalam Kesatuan Adat Banten Kidul.
Hutan yang cukup luas di Kecamatan Cibeber memiliki potensi yang sangat luar biasa. Hutan tersebut menjadi daerah serapan air sehingga dapat membantu memenuhi ketercukupan air untuk masyarakat, baik untuk air bersih atau untuk mengairi sawah. Hutan tersebut masuk ke dalam Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan merupakan habitatnya beberapa satwa yang dilindungi seperti macan tutul, owa jawa, elang jawa dan lain lain.
Dengan luasnya area hutan yang ada di Kecamatan Cibeber menyuguhkan keindahan dan keunikan tersendiri. Banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan di wilayah ini, akan tetapi potensi tersebut haruslah dikelola secara bijak, jangan sampai justru potensi yang ada menjadi bumerang di kemudian hari. Harus ada konsep pengelolaan yang efektif agar fungsi dari hutan tersebut tidak berubah. Masyarakat harus sejahtera dengan adanya hutan tersebut tetapi ekosistem alam harus tetap terjaga.
Ekowisata mungkin salah satu alternatif dalam pengelolaan potensi alam yang ada di Kecamatan Cibeber. Saat ini pemerintah Kabupaten Lebak sudah menuju ke arah itu dalam pengelolaan potensi alam yang ada di Kecamatan Cibeber.
Melihat peluang besar yang ditimbulkan dari potensi alam yang ada di Kecamatan Cibeber sangat dibutuhkan kekuatan sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaannya. Masyarakat di sekitar hutan harus disadarkan akan pentingnya menjaga hutan agar konsep ekowisata bisa diterapkan. Perlu ada kesadaran dan keterlibatan dari semua pihak, jangan sampai justru semakin membuat ketimpangan di masyarakat khususnya masalah ekonomi.
Kini kita menyadari bahwa harta terbesar yang ada di Kecamatan Cibeber itu bukanlah emas batangan, tapi hamparan hutan yang masih asri. Keberadaan hutan tersebut tidak bisa dilepaskan dari adanya masyarakat kasepuhan, masyarakat yang dari dulu sampai sekarang masih tetap konsisten dalam menjaga alam. Hutan bagi mereka adalah kehidupan, simbiosis mutualisme berlaku bagi masyarakat kasepuhan. Mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan hutan tanpa harus merusak ekositem alam, justru mereka menjadi benteng dalam menjaga hutan.

(Foto: Sukmadi Jaya Rukmana)
Ketika konsep ekowisata akan diterapkan mungkin kita harus belajar terhadap masyarakat kasepuhan yang masih konsisten menjaga alam. Harus ada keterlibatan mereka dalam pengelolaan nantinya karena tidak menutup kemungkinan akan banyak pendatang bahkan masyarakat lokal yang tergiur mencari untung sesaat. Untuk itu sangat perlu adanya lembaga kemasyarakatan yang kompeten agar masyarakat berdaya dan mampu mengelola potensi alam yang ada tanpa harus merusaknya.
Pepatah mengatakan ‘leweung hejo masrakat ngejo‘, pepatah tersebut sudah seharusnya tetap diimplementasikan bukan hanya jadi slogan saja. Lebih baik kita punya hutan yang luas daripada banyak tempat wisata yang bagus tetapi hutan kita rusak.