Beberapa minggu terakhir ini perasaan saya karesel tak menentu sama diri sendiri. Salah satu pemicunya setelah melihat status WhatsApp teman tanpa sengaja. Kebetulan teman tersebut adalah kepala suku portal web ini (bantenhejo.com). Dalam statusnya dia membagikan tangkapan layar daftar penulis dan tidak ada nama saya dalam daftar tersebut. Oh begitu saya sudah dilupakan, padahal kita pernah melalui masa-masa indah bersama batin saya. Tentu saja saya kesel jasa sama diri sendiri.
Saya kesel sama diri sendiri karena setelah berbulan-bulan diajak bergabung untuk ikut menyumbangkan tulisan, sampai sekarang sumbangsih saya masih saja nihil. Selalu ada kambing hitam buat disalahkan mulai dari kesibukan kerja, tidak ada waktu untuk riset, lupa password login, sibuk mengasuh anak atau sedang kejar setoran mengkhatamkan nonton kartun One Piece.
Padahal kalau dijebrengkeun hiji-hiji, semua alasan di atas bisa dibilang invalid, teu asup akal . Penyebabnya karena sudah empat minggu terakhir saya melakoni WFH (Work From Home). Jadi otomatis beban pekerjaan berkurang drastis dan seharusnya saya punya banyak waktu untuk melakukan riset sebagai bahan tulisan. Alasan lupa password? Tinggal cari aja di kotak masuk surat elektronik, dalam sekejap pasti ketemu.
Lalu kenapa setelah empat minggu WFH masih saja sulit meluangkan waktu untuk menulis? Alasan utama adalah adanya dua anak-anak barbar di rumah yang tidak akan membiarkan ayahnya membuka laptop dan bekerja dengan damai. Sebagai orang yang tidak pernah terbiasa mengetik panjang menggunakan ponsel, saya harus menggunakan laptop dengan keyboard besar untuk bisa menulis. Tapi kedua bocah barbar ini langsung menghampiri ayahnya begitu melihat saya mengeluarkan laptop dari tas. Yang besar hayang melanjutkan permainan GTA Vice City dan Call Of Duty : Modern Warfare sampai tamat katanya. Sementara yang kecil merengek ingin menggambar di aplikasi Paint padahal dia belum paham apa bedanya klik kanan dan klik kiri di tetikus. Keos (chaos) jadinya.
Nyatanya problematika begini ternyata juga dialami oleh rekan-rekan kantor saya yang lain, yang sudah punya anak tentunya. Bekerja dari rumah dengan nyaman hanya ada di film-film Hollywood. Terlalu banyak gangguan yang membuat kita susah untuk bisa berkonsentrasi. Oleh karena faktor bocah-bocah barbar tersebut, saya kemudian memutuskan untuk kembali masuk kantor saja. Kantor yang sepi dan tenang, koneksi internet kencang karena tidak ada karyawan lain dan tidak ada gangguan dari bocah-bocah barbar seharusnya sangat mendukung untuk membuat tulisan kan?. Ah sayangnya manusia hanya bisa berencana.
Rasa nyaman justru membuat saya keenakan dan inginnya rebahan saja sambil menonton film karena kapan lagi bisa kekedengan doang tapi digaji kan? Kekedengan doang tapi menyelamatkan umat manusia dari bencana besar. Tapi karena teringat status WhatsApp tersebut, mau tidak mau saya harus bergerak dan bangkit dari kemalasan. Sebentar, ada bunyi tring dan sebuah lampu menyala di kepala saya. Hey, itu dia jawabannya. Sebenernya saya hanya malas menulis dan memilih kegiatan-kegiatan tak berfaedah saja. Alasan-alasan di atas hanya sebagian dari pembenaran-pembenaran yang saya buat sendiri untuk membenarkan kemalasan saya.
Ini sebenarnya penyakit lama yang akut dan menahun. Kemalasan pula yang membuat saya bisa hiatus blogging bertahun-tahun, tidak pernah update rutin proyek review film di Facebook, atau kegagalan membangun portal tentang Tangerang walaupun seorang teman dengan sukarela pernah membelikan domain dan hostingnya. Jadi intinya dasarna wae urang mah jelemana ngedul!.
Ngomong-ngomong, kalian udah nonton One Piece sampai episode berapa?