
(Foto: Topan Aribowo Soesanto)
Indonesia beragam macam budaya dan gimik sosial yang selalu memberikan cerita menarik tersendiri. Bentangan alam selalu menjadi pembuka pintu di negeri ini. Limpahan ladang, hutan dan sawah begitu mempesona tidak habis dalam semalam untuk kita ceritakan setiap kelok dan detailnya. Indonesia menjadi Nusantara ketika keragaman itu menjadi satu kesatuan. Adat budaya bahkan musim mudik pun melekat di negeri ini. Negara ber-flower +62 ini selalu unik dan penuh sensasi mulai masyarakat sampai tingkah laku birokratnya.
Tradisi mudik selalu menjadi sorotan sekaligus pembahasan yang begitu ditunggu-tunggu, baik oleh insan berita sampai warga dari ujung pelosok negeri. Mudik menjadi ritual geliat dari urbanisasi. Penuh intrik, permasalahan klise setiap tahun selalu berulang. Macet, hilangnya kesadaran warga akan status pemudik, pelanggaran disiplin, barang bawaan, sampai sanak saudara yang ikut mudik ke kampung. Setiap tahun menjadi berita yang wajib diikuti. Memantau jalannya arus lalu lintas dengan kemacetannya sampai antrian penumpang di depan loket pembelian tiket pemberangkatan.
Tahun mudik berpandemi corona (Covid-19) kali ini menjadi cerita yang memilukan bagi setiap pemudik karena pengetatan aturan pemerintah mengenai pelarangan mudik ini. Menghindari penyebaran virus melalui interaksi manusia yang mengindahkan seruan sosial distancing atau jaga jarak, sebagai antisipasi merebaknya penularan. Di sisi lain aktivitas mudik sudah menjadi ritual khusus ajang pulang kampung dan sarana silaturahmi satu sama lainnya. Dari kota ke kampung atau sebaliknya.
‘Mudik atau tidak’ kini menjadi paling seksi di tengah mewabahnya virus corona. Kebijakan strategis pun ditempuh pemerintah, mulai dari penutupan akses sarana dan moda transportasi yang dilalui, sampai kepada pencegahan di setiap area checkpoint di perbatasan lintas transportasi dan penyemprotan disinfektan di setiap daerah. Ini dilakukan untuk menekan merebaknya virus corona berkembang luas penyebarannya. ‘Di Rumah Saja dan Dilarang Mudik’ menjadi slogan untuk terus melawan virus ini.
Dikutip dari Wikipedia, mudik secara kamus besar disinonimkan dengan istilah pulang kampung adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Transportasi yang digunakan antara lain: pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, bahkan truk dapat digunakan untuk mudik. Tradisi mudik muncul pada beberapa negara berkembang dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia dan Bangladesh(1).
Mudik kental dengan nuansa kemacetan sekaligus sebagai tolak ukur peningkatan jumlah penduduk dan keberhasilan sistem transportasi yang terintegrasi satu sama lain. Mudik kali ini menjadi sejarah dari geliatnya urbanisasi dan perpindahan penduduk yang begitu luar biasa. Meski ada himbauan untuk tak mudik di tengah pandemi corona, tetap saja diperkiraan lebih dari 3 juta jiwa yang mudik pulang kampung tahun ini(2). Ditambah libur panjang akibat dampak dari pandemi corona sendiri belum bisa diperkirakan sampai kapan ujungnya. Selain pemudik dari kota-kota besar di dalam negeri, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) juga memprediksi sekitar 34.300 pekerja migran pulang ke Indonesia karena cuti lebaran, habis kontrak, dan PHK(3). Mudik akan tetap jadi ritual tahunan menjelang hari raya meski pergerakan ekonomi hampir semua lumpuh imbas dari diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di daerah strategis.
Ini tentu harus menjadi pengawasan khusus pemerintah. Di sisi lain informasi yang disampaikan pemerintah secara utuh terkadang selalu berubah. Antara mudik atau tidak menjadi perdebatan yang menarik. Sempat ramai di dunia maya beberapa minggu ini tentang miskomunikasi informasi yang disampaikan. Bahkan pada narasi diksi ‘mudik dan pulang kampung’ pun menjadi perdebatan yang cukup menggelitik. Maju mundur tata aturan mudik di tengah pandemi menjadi sorotan publik. Perihal mudik di tengah pandemi virus corona sempat menjadi polemik sebelum pemerintah resmi menerbitkan larangan.
Pemerintah mulanya hanya sebatas menganjurkan agar masyarakat tidak mudik lebaran sampai pada keputusan akhir dengan membuka bandara di beberapa daerah. Ini tentu menandakan bahwa kebijakan mudik diberlakukan. Mudik atau tidak, pulang kampung sekalian pun tentu ini menjadi dilema di saat pemerintah belum tegas memberlakukan dan tidak adanya kebijakan regulasi dari aturan itu sendiri. Hilangnya pengawasan dari kebijakan yang diberlakukan yang pada akhirnya masyarakat menyimpulkan sendiri aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Semoga ini lekas beres dan tuntas penanganannya. Kebijakan ke sana kemari lebih penting ketimbang kebijakan atas dasar ego politis masing- masing pemangku kebijakan.
(1) https://id.wikipedia.org/wiki/Mudik
(2) https://katadata.co.id/infografik/2020/04/17/gelombang-mudik-di-tengah-pandemi
(3) https://katadata.co.id/berita/2020/05/09/34300-pekerja-migran-diprediksi-pulang-ke-indonesia-pada-mei-juni