Selain tenar dengan pemandian air panasnya, Kecamatan Cipanas juga memiliki potensi wisata curug (air terjun) yang harus dikunjungi. Curug Cikeris namanya, curug ini berlokasi tepat di Kampung Cikeris Desa Jayapura Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak, Banten. Berjarak sekira 40 Kilometer dari Rangkasbitung, Curug Cikeris cocok dijadikan tempat buat me-reset kepenatan Anda dari hingar-bingar kota.
Rute ke Curug Cikeris yang harus ditempuh jika Anda dari Serang atau Cilegon adalah melewati Rangkasbitung, dari tanah Multatuli itu anda bisa mengambil rute ke arah Pasar Gajrug Cipanas. Sedangkan jika Anda berasal dari Jabodetabek, Anda bisa langsung mengikuti plang atau bertanya pada Google Maps ke arah Jasinga. Dari Kecamatan di ujung barat Kabupaten Bogor itu Anda bisa melanjutkan rute ke arah Pasar Gajrug Cipanas dengan kondisi jalan aspal mulus berkelok-kelok.
Setibanya di Pasar Gajrug Cipanas, ikuti rute Jalan Raya Muncang sampai sekira 4 Kilometer tiba di pertigaan Kadubitung. Dari pertigaan Kadubitung lurus terus ke arah selatan menuju Kampung Cikeris. Kalau kesulitan sinyal buruk yang membuat GPS Anda kebingungan, Anda bisa bertanya langsung ke warga sekitar mengenai keberadaan Kampung Cikeris dan curugnya. Sebetulnya selain pintu masuk dari Kampung Cikeris, ada juga pintu masuk lewat Kampung Cibilik di Desa Girilaya. Kampung Cibilik dan Cikeris adalah dua kampung bertetangga yang terletak di kaki Gunung Endut.
Setibanya di Kampung Cikeris atau Kampung Cibilik, bertanyalah pada warga setempat mengenai lokasi pastinya, termasuk bertanya untuk memarkirkan kendaraan. Saya sarankan menggunakan sepeda motor saja, mengingat kampung tersebut adalah kampung padat penduduk yang hanya dilewati jalan lingkungan dari paving blok. Jika tetap ingin membawa kendaraan roda empat, Anda mungkin bisa memarkirkan kendaraan di tepi jalan desa yang jaraknya lebih jauh dari lokasi. Kalau budget piknik Anda lumayan berlebih, tak ada salahnya meminta seorang warga sekitar buat jadi tour guide, barang 50 sampai 100 ribu perak sudah cukup sebagai pengganti uang rokok buat sang pemandu, setidaknya ikut menggerakan roda ekonomi di sana.
Karena hanya dikelola secara swadaya dan seadanya oleh warga, jadi tidak ada tarif masuk resmi di Curug Cikeris. Pada musim lebaran atau libur panjang lain, biasanya hanya dikenakan tarif 5 ribu rupiah sudah termasuk parkir motor. Ditambah beberapa koropak (kotak amal) yang jika Anda berkenan bisa diisi seikhlasnya di beberapa titik. Koropak-koropak tersebut terafiliasi dengan musolah atau masjid sekitar. Jadi kapan lagi Anda bisa piknik sambil beramal?
Setelah urusan memarkir kendaraan selesai, kini giliran menggunakan tenaga kalori untuk melanjutkan perjalanan. Yups, jalan kaki! Saya sendiri masuk lewat pintu Kampung Cibilik. Perjalanan dimulai saat memasuki perkebunan milik warga. Kebun sayur-mayur, cengkeh dan durian akan menemani, bercampur dengan sawah berundak-undak menambah damai suasana. Perjalanan dari Kampung Cibilik melewati jalur irigasi dan sumber air sumur warga yang tepiannya sudah diperkeras dengan konstruksi batu kali.
Dalam perjalanan melelahkan, Anda akan disuguhi pemandangan memanjakan mata. Kontur berbukit-bukit ala kaki gunung dengan rindangnya pepohonan sudah tentu jadi suguhan menarik. Kebetulan saat saya ke sana langit sedang cerah. Di sebuah titik pemberhentian, saya bisa melihat jelas di kejauhan hamparan gedung-gedung di BSD dan Gading Serpong yang terlihat megah dari dekat cuma terlihat kecil seupil.
Setelah 15 menit berjalan kaki, tibalah di lokasi Curug Cikeris. Suara khas deburan air terjun terdengar begitu jelas. Airnya jernih dan dingin, pas buat ngojay melepas daki-daki yang menempel di kulit, menyegarkan. Curug Cikeris memang tidak begitu tinggi, saya tidak begitu tahu pasti berapa tingginya, tapi buat saya cukup menenangkan mata dan pikiran. Cukup sebagai alternatif wisata berjarak 2 kilometer dari rumah mertua. Wisata murah-meriah di tengah pandemi Corona yang tak pasti kapan akan berakhir. Dan mohon maafkan saya yang memilih tetap piknik di tengah wabah Corona.
Terletak di kaki Gunung Endut yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Curug Cikeris mengalirkan airnya ke sungai kecil yang juga bernama Cikeris. Bergabung bersama sungai kecil lain bernama Cisela, semakin ke hilir alirannya menyatu memenuhi sungai Ciberang, sungai yang pada awal tahun 2020 ini menampakan kemurkaannya karena rusaknya daerah hulu oleh tambang dan pembalakan. Oleh keserakahan manusia.
Ngomong-ngomong, menurut penuturan teman dan warga sekitar, semakin ke atas dari Curug Cikeris juga ada semacam situs yang sering disebut Gunung Candi. Jadi gunungnya mirip candi, seperti batu-batu tersusun rapi. Entahlah, mungkin di atas sana ada semacam situs dari zaman megalitikum. Semacam punden berundak-undak peninggalan nenek moyang dulu. Semoga nanti saya bisa berkunjung ke sana, ke Gunung Candi.
Legenda Ki Aksan
Curug Cikeris punya nama lain Curug Ki Aksan. Disebut begitu karena dahulu kala ada legenda seorang sepuh bernama Ki Aksan yang menghilang entah kemana di sana. Encup, teman yang juga menemani saya ke sana menuturkan cerita mengenai Ki Aksan yang dia dengar turun-temurun dari orang tua.
“Jadi cénah géh, dahulu kala ada seorang aki bernama Ki Aksan. Pada suatu waktu, beliau sedang membasuh muka di kobak (kolam) Cikeris. Saat sedang membungkukan badannya ke arah kobak, korek api di kantong bajunya kecemplung. Dengan tangannya, Ki Aksan mencari korek api miliknya yang terjatuh, meraba-raba sampai tubuhnya ikut terjatuh. Sejak saat itu Ki aksan hilang, jasadnya tidak pernah ditemukan. Ki Aksan pada akhirnya jadi penunggu di sana,” tutur Encup.
Mendengar cerita dari Encup, saya menarik kesimpulan bahwa Ki Aksan sepertinya perokok. Sebab itu setibanya di sana saya langsung menyalakan rokok dan ngembrakin rokok beserta korek api saya di atas sebuah batu. Syukur-syukur Ki Aksan mau menyicipi rokok saya sebagai balas jasa karena telah menjaga keasrian Curug Cikeris lewat legendanya. Hehe.
Sumber Ekonomi Musiman
Sebagai tempat wisata, Curug Cikeris tentu mampu memberi berkah tersendiri buat warga sekitar. Khususnya buat warga Kampung Cikeris dan Cibilik. Sepenglihatan saya saat berkunjung, hanya terdapat dua lapak di sana. Satu milik Suhada, 40 tahun, warga Kampung Cibilik yang hanya mengamparkan dagangannya dengan terpal. Satu lagi milik seorang ibu yang sudah punya semacam lapak permanen di tepian.
“Tahun ini tidak seramai seperti sebelumnya, mungkin gegara Corona,” keluh Suhada.
Harga jajanan yang disuguhkan Suhada cukup kompetitif. Semisal kopi hitam sachet sudah diseduh cuma 4 ribu. Air mineral botolan 5 ribu. Mi instan dalam gelas cup 6 ribu. Cukup terjangkau jika harus pergi ke kampung ngos-ngosan.
“Kalau sekarang sih sudah agak mending jalan dari Cibilik sudah dibuka lewat jalan cai (aliran irigasi). Dulu mah cuma leuweung, bala. Coba kalau sudah ada jalan paving blok sampai ke sini, pasti lebih ramai,” Suhada menambahkan.
Sepertinya akses infrastruktur yang baik dan memadai memang masih jadi kendala utama dalam pengembangan industri pariwisata di Kabupaten Lebak. Padahal secara potensi, Kabupaten Lebak punya banyak destinasi wisata yang memukau. Kita tentu sudah tahu bagaimana viralnya Pantai Sawarna dulu. Dan yang terbaru, viralnya Gunung Luhur. Kita juga tahu bahwa masyarakat yang paling kuat menjaga tradisi dan budaya seperti masyarakat Baduy, yang sudah terkenal ke dunia internasional cuma ada di Lebak.
Seandainya saja Pemerintah Kabupaten bekerjasama dengan Pemerintah Desa serius menggarap potensi wisata di Lebak, tidak harus menunggu suatu destinasi wisata viral, saya berkeyakinan bahwa Lebak tidak akan jadi daerah terbelakang lagi di Banten. Penambangan dan pembalakan liar bisa ditekan sehingga keserasian alam tetap terjaga. Juga predikat Lebak sebagai daerah penyuplai buruh kasar ke ibukota bisa pelan-pelan dihilangkan. Lebak sudah selayaknya hanya menjadikan kisah Saijah dalam roman Max Havelaar sebagai cerita sejarah, bukan cerita sehari-hari di masa kini.
Badewey, kalau mau berkunjung ke Curug Cikeris, waktu yang tepat selain pada saat libur lebaran, Anda juga bisa berkunjung di bulan Desember-Januari, agar bisa berbarengan dengan musim durian lokal Lebak dan manggis. Akhir kata, semoga pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir. Biar kita semua bisa piknik kejauh-jauh. Amin.
Update 14 Juni 2020: Saya mendokumentasikan juga kunjungan ke Curug Cikeris lewat video di YouTube. Selamat menyaksikan.