
Belum lama ini kita disuguhkan berita mengenai petani di Lembang, Bandung kesulitan menjual hasil panen mereka karena pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah. Mereka pun kesulitan melakukan pendistribusian hasil panen karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.i Selain itu, beredar pula video-video yang memperlihatkan melimpahnya hasil panen, tapi para petani membagi-bagikannya secara gratis dan membuangnya ke sungai.
Pandemi ini seolah menjadi dua mata pisau bagi masyarakat Indonesia: di satu sisi pemerintah merasa harus melakukan pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah untuk menghentikan penyebaran virus, di sisi lain ekonomi masyarakat baik dari ekonomi mikro hingga makro mengalami masalah serius. Para petani dan pedagang mengalami kerugian karena barang dagangan mereka tidak laku, bahkan tukang siomay dan bakso mengalami penurunan omset karena larangan berjualan. Sedangkan banyak pabrik yang harus menghentikan kegiatan operasional mereka karena sepinya order, dan larangan beroperasi. Mereka secara terpaksa melakukan PHK terhadap para pekerja.
Jika hal ini terus berlanjut hingga beberapa bulan kedepan, tingkat kemiskinan di Indonesia akan meningkat dan bukan tidak mungkin jika muncul kasus kelaparan baru dengan angka yang signifikan. Sampai tulisan ini dibuat, saya masih menunggu langkah yang akan diambil pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia sekaligus memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Ketahanan dan Kesejahteraan Pangan Indonesia?
Pandemi Covid-19 ini merupakan bukti bahwa peradaban modern manusia mampu terkoyak hanya oleh mikro organisme tak kasat mata. Wabah kali ini bukanlah yang pertama. Hampir di setiap peradaban muncul wabah yang membuat gempar seisi penduduk bumi karena mikro organisme saja.
Kita abaikan sejenak Covid-19 ini. Ada hal yang patut kita pikirkan bersama mengenai agraria di Indonesia. Negara ini dikenal memiliki tanah yang subur, tidak heran kalau berbagai jenis sayur dan buah dapat tumbuh. Lahan pertanian terbentang luas, namun ironisnya para petani tidak benar-benar sejahtera walau hasil panen mereka terbaik.
Negeri ini memiliki kementerian pertanian, peraturan dan undang-undang pertanian pun sudah ada sejak lama, tapi hal tersebut belum mampu membuat petani diuntungkan dan sangat jauh dari kesejahteraan. Bahkan, jika melihat pada pemaparan sebelumnya, para petani rela membagi-bagikan hingga membuang ke sungai hasil panen mereka. Aksi tersebut merupakan luapan kekecewaan karena usaha mereka gagal menghasilkan keuntungan finansial.
Beberapa faktor yang masih membuat petani tidak sejahtera yaitu:
- tengkulak masih bergentayangan dan seenaknya menentukan harga yang mencekik petani. Mereka masih melakukan monopoli pasar di beberapa daerah. Bahkan ancaman-ancaman mereka lancarkan kepada petani agar para petani tidak bisa menjual hasil panen mereka. Padahal, kemajuan teknologi bisa petani manfaatkan menjual hasil panennya.
- kurangnya edukasi dalam memanfaatkan teknologi untuk petani. Seharusnya ada lembaga khusus di desa yang dapat memberikan edukasi kepada petani mengenai pemanfaatan ekonomi, atau lembaga desa tersebut dapat menjadi wadah dalam memasarkan hasil panen petani dengan menggunakan kemajuan teknologi, seperti membuat toko daring dan layanan pesan-antar.
- semakin minimnya lahan pertanian. Hal ini menjadi mimpi buruk untuk sebuah bangsa agraris. Ketika kapitalisme benar-benar mencengkram sebuah Negara, maka banyak hal yang tadinya menjadi pilar ekonomi bangsa mulai tergerus oleh kerakusan manusia. Banyak pemilik modal yang menawarkan harga tinggi agar para petani menjual lahan mereka untuk dibangun pabrik dan perumahan. Jika mulai muncul kesadaran mempertahankan lahan, pemilik modal tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan dengan premanisme. Atau juga melakukan pengucilan lahan. Contohnya seperti ini, ketika sebuah perumahan dibangun dan masih membutuhkan lahan lain yang lebih luas, pemilik modal berusaha membeli lahan pertanian sekitar untuk dibangun perumahan. Namun pemilik lahan tidak ingin menjual lahan mereka. Pemilik modal membuat drainase yang buruk sehingga lahan pertanian kebanjiran dan selalu terjadi gagal panen atau bahkan menjadi rawa. Mau tidak mau pemilik lahan yang merasa dirugikan, menjual lahan tersebut. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi banjir di lahan pertanian produktif tersebut.
- pemilik modal berusaha membeli dan merebut paksa lahan milik petani. Lahan tersebut ada yang disewakan, lalu petani dijadikan buruh dengan upah kecil, ada juga yang dijadikan sektor usaha lain yang tentunya merugikan masyarakat.
Indonesia memiliki banyak sarjana pertanian yang mumpuni dan para ilmuan kelas dunia, yang mampu meneliti dan menciptakan bibit unggul pertanian. Lembaga-lembaga yang mendukung program kemajuan pertanian pun banyak di Indonesia, yang dapat mendongkrak Indonesia menjadi negara dengan ketahanan pangan nomor satu di dunia. Bahkan, berkah dari kemajuan teknologi, seharusnya mampu menciptakan olahan pangan lokal terbaik yang bisa dijual ke mancanegara.
Indonesia harus mulai berbenah memikirkan kemajuan pertanian. Dengan begitu, angka kemiskinan di desa-desa dapat ditekan dan desa bisa menjadi masa depan baru bagi para pemuda harapan bangsa.ii Tujuan utamanya akan tercapai, yaitu kesejahteraan para petani. Kemudian, menghentikan perebutan lahan secara paksa dan menekan kerusakan lingkungan. Semua itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Thomas Robert Malthus berpendapat bahwa tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pertanian mengakibatkan kemiskinan dan kemelaratan. Pendapat yang membuat Inggris mencetuskan revolusi agrarian seharusnya dapat membuka mata kita bahwa meningkatkan kualitas pertanian dan mensejahterakan petani merupakan langkah utama ketahanan pangan negeri ini. Bukan tidak mungkin kalau wabah yang sifatnya pandemi ini bisa kita atasi dengan kekuatan pangan negara yang baik. Karena keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa sempurna salah satunya dengan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Waallahualam bissawab
Bulakan, Mei 2020
i) https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-01376570/akibat-pandemi-covid-19-petani-sayuran-sulit-jual-hasil-panen diakses pada 26 Mei 2020 20:22
ii) Saat ini, sebagian besar pemuda Indonesia memilih ke kota-kota besar untuk bekerja di sebuah perusahaan atau di pabrik. Masa depan mereka terlihat lebih menjanjikan daripada harus memasrahkan nasib di desa.