Sastra

Cerpen: Gulali Pengabul Permintaan

(Foto oleh Steven Depolo/Flickr)

Gulali tampak menggoda di mata Sora. Gadis kecil bertubuh gempal dan berpipi seperti bakpau itu berbinar saat melihat penjual gulali. Ia menelan ludah. Hatinya berdebar, ia sangat ingin membeli gulali itu, tapi ia sedang tidak memiliki uang sama sekali.

Beberapa anak berbondong-bondong memesan gulali yang harganya tidak seberapa. Bahkan ada yang membeli lebih dari satu. Sora semakin tergoda. Ia mundur beberapa langkah dan berpikir sejenak, haruskah ia pulang dan meminta uang kepada mama agar dibelikan gulali atau cukup membayangkan rasa gulali yang belum sekalipun ia cicipi.

Warna-warni yang menawan dan bentuk yang beraneka ragam dari gulali tersebut membuat Sora mengimajinasikan berbagai hal. Seperti gulali berbentuk pesawat tempur yang sedang dijilati oleh Aldi, tetangga sebelah rumahnya. Ia merasa sedang menaiki pesawat yang terbuat dari gulali, lalu menurunkan bom-bom dari pesawat itu. Ia tertawa senang ketika bom-bom tersebut jatuh dan meledakkan rumahnya. Mama menjerit dan berlarian entah ke mana. Walau dalam keadaan takut dan kebingungan sekalipun, mamanya tidak pernah mengingat dirinya, bahkan untuk menyebutkan namanya pun tidak.

Sora mendengus sebal. Imajinasinya hancur ketika Aldi menggigit gulali yang sudah berlumuran liur. Kemudian ia melihat Dini yang juga menjilati gulali berwujud ular. Imajinasinya kembali menciptakan dunia lain di pikirannya. Dunia di sekitar rumahnya menjadi gelap gulita. Awan mendung dan angin bertiup dengan kencang. Tiba-tiba dari langit Sora turun sebagai ratu ular. Ia turun tepat di depan rumahnya. Ia tertawa diiringi gelegar petir yang membelah angkasa. Sora tertawa. Ia memiliki penglihatan super sehingga mampu melihat seisi rumahnya. Di dalam kamar mandi, mamanya sedang menggigil ketakutan. Dengan cara itu ia sudah bisa menebak keberadaan mamanya dan membiarkan ular terbesar masuk ke dalam rumah. Ia terus tertawa. Ular itu menembus tembok, menghancurkan ruang tamu, menggilas tv dengan perutnya, tapi menyisakan kamarnya tanpa merusakkan isinya. Ia masih ingin tidur di rumah pada malam hari.

Dengan kebaikan hati dan menyiapkan berbagai kejutan, ia menyuruh ular besarnya untuk mengetuk pintu kamar mandi, ketika mamanya membuka pintu, ular itu langsung melahap mamanya dimulai dari bagian kepala. Ular itu pun patuh. Diketuknya pintu kamar mandi dengan amat perlahan. Mama yang sedang ketakutan berusaha berdiri dan menghapus air matanya.

“Siapa itu…”

Tidak ada jawaban. Diketuk lagi pintu kamar mandi.

“Sora? Kamu kah itu anak setan?!”

Sora murka. Ia memerintahkan ular besar itu untuk menerobos masuk kamar mandi dan langsung melahap mamanya. Ketika pintu kamar mandi didobrak, mamanya terkejut dan menangis tidak karuan. Napasnya tersengal karena tidak tahu harus berbuat apa. Ia bersujud dan memohon kepada ular besar itu agar tidak memakannya, tapi tanpa ampun ular itu segera menerkam mamanya.

Terdengar bunyi kriuk-kriuk, tanda Dini mengunyah seluruh gulali miliknya. Sora sebal. Diperhatikannya anak lain yang membeli gulali. Ia mengurungkan niat untuk kembali berimajinasi. Sambil mendengus, ia berjalan pulang menuju rumah.

Ketika kakinya menginjakkan kaki di depan rumah, Sora berpikir beberapa kali untuk memohon kepada mama dibelikan gulali. Ia teringat setiap meminta sesuatu kepadanya, mama pasti marah dan memukulnya dengan benda apapun yang ada di dekatnya. Bisa sandal jepit putus, sapu lidi, sapu ijuk, botol plastik, kabel listrik, telepon rumah, dan lainnya.

Sora duduk di depan teras. Andai saja papa masih ada, pikirnya, tentu nasibnya tidak seburuk ini. Kenangan tentang papa berkelebat. Lelaki yang amat ia rindukan itu selalu mencintainya tanpa harus memarahinya. Papa selalu menuruti apapun kemauannya, walau di belakang papa, mama selalu membenci keberadaannya. Setidaknya ketika ada papa, dirinya menjadi aman.

Sora tidak mengetahui kalau ia adalah anak hasil dari hubungan di luar nikah mama dan lelaki lain yang bukan papa. Karena tidak mau bertanggung jawab, mama membencinya. Padahal papa sendiri telah menyayanginya tanpa melihat masa lalu mama.

Ia tidak mengerti waktu, mungkin setahun yang lalu, di dalam ingatannya, ia melihat papa sedang bertengkar entah karena apa. Mama berteriak paling keras dan memaki-maki nama papa dengan sebutan “monyet” , “lelaki yang tidak tahu terima kasih”. Sora waktu itu hanya mampu mengintip dari pintu kamar. Kamarnya pun tanpa cahaya. Ia melihat papa memegang dadanya dan wajahnya seolah menahan sakit.

Mama terus memaki papa sambil membanting barang-barang yang ada di atas meja. Saat itu ia tidak tahu kalau mereka berdua sedang bertengkar. Papa tidak mengenalkannya kata “bertengkar”, “marah” dan “benci”. Tidak sekalipun. Sampai pada titiknya, ia melihat seseorang berpakaian putih, dan tubuhnya diselubungi cahaya datang menghampiri papa, kemudian mengajak papa untuk pergi ke suatu tempat di atas. Ia melihat seseorang berpakaian putih itu menarik bagian tubuh papa yang lain kemudian terbang menembus langit-langit rumah, sedangkan tubuh papa tertidur di lantai.

Saat itu, mama masih saja berteriak. Ketika sadar papa sudah tertidur di lantai, barulah mama menangis sejadi-jadinya. Ia berteriak keras memecah keheningan malam. Beberapa kali tubuh papa digoyang-goyangkan, papa tidak bereaksi. Mama sadar kalau papa sudah tiada.

Ketika melihat mama menangis, Sora menutup pintu dan kembali ke tempat tidurnya yang berwarna merah jambu. ia belum mengerti apa itu air mata, ketika ia merebahkan tubuhnya, ia merasakan air mata membasahi pipinya dan merasa hangat. Ia pun mulai terpejam dan berharap bermimpi bertemu papa untuk mengucapkan salam perpisahan. Belakangan ia mengetahui kalau papa terkena serangan jantung. Ia tidak mengerti mengapa jantung bisa diserang. Siapakah yang menyerang jantung dan dengan menggunakan apa serangan itu dilancarkan? Ia hanya mengetahui kalau serangan itu biasanya dilakukan oleh pesawat tempur. Sora sangat menyukai pesawat tempur. Atau mungkin suara mama yang meledak-ledak bisa berubah menjadi pesawat tempur yang menyerang jantung papa?

Sora mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Pintu pun dibuka oleh mama. Ia langsung mengutarakan permintaannya, “Mama, Sora mau beli gulali.”

“Anak setan, kerjamu jajan saja! Tidak boleh!” jawab mama dengan penuh amarah. Mama tampak sedang memegang sepatu hitam baru miliknya.

Sora ketakutan dan langsung berlari ke kebun belakang rumah. Ia bersembunyi di sana. Ia bersembunyi di sana, dan memang di sanalah tempat persembunyiannya setiap waktu. Ia yakin mama tidak akan menemukannya karena sebenarnya mamanya tidak pernah sekalipun mencarinya. Selain itu, Sora tidak mengetahui tempat lain di luar rumah selain rumah dan lapangan bermain yang berjarak dua ratus meter dari rumahnya.

Ia masih mengingat pesan papa agar jangan pernah main terlalu jauh karena di sana banyak monster. Ia memercayai hal itu. Ia lalu berpikir kalau monster tidak berani mendekati rumahnya karena mama lebih menakutkan dari monster. Kebencian-kebencian itu muncul dengan sendirinya, ia pun tidak mengetahui dari mana asalnya. Yang pasti kebencian yang kadang menciptakan imajinasi aneh di dalam pikirannya lahir setelah ia mengingat mama selalu memarahinya.

Setelah beberapa menit berlalu, ia keluar dan kembali menuju lapangan bermain tempat penjual gulali tadi mangkal. Di sana sudah sepi, tidak ada anak-anak. Hanya penjual gulali yang sedang merapikan barang-barangnya. Penjual gulali yang ternyata adalah seorang lelaki tua itu memanggilnya. Sora mendekat tanpa rasa takut, karena di rumah dan lapangan bermain adalah tempat yang cukup aman menurut papa, tidak ada monster, karena monster takut kepada mama.

“Siapa namamu, Cantik?”

“Sora.”

“Kamu mau gulali, Sora?”

Sora mengangguk. “Tapi aku tidak mau, Pak. Mama tidak memberiku uang.”

“Ini gratis untukmu.”

Mata Sora berbinar. Ia merasa sangat beruntung. Tukang gulali itu menyodorkan gulali yang berwarna merah, kuning dan hijau. Sora menerimanya dengan bahagia.

“Ini gulali pengabul permintaan. Mintalah apapun, pasti akan dikabulkan.”

Pikiran Sora langsung melesat cepat. Imajinasinya menciptakan hal-hal aneh di pikirannya, mulai dari dinosaurus yang bisa ia kendalikan, robot raksasa penghancur rumah, kumbang pencapit beracun yang siap membunuh mamanya, ular raksasa yang akan melahap mamanya mulai dari kepala, sampai pesawat tempur yang siap meledakkan rumahnya beserta mamanya.

“Apa permintaanmu, Cantik?”

“Aku ingin mama baik kepadaku.”

***


Bantenhejo.com adalah media jurnalisme warga dan berbasis komunitas. Isi tulisan dan gambar/foto sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Untuk sanggahan silahkan kirim email ke bantenhejo[at]gmail.com.


Tentang Penulis

Foto dan Bio-nya nyusul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.