
Kabar mengejutkan datang dari peritel fashion Centro di Tanah Air. Gerai ritel Centro Departement Store di Plaza Ambarukmo, Yogyakarta, resmi tutup mulai Rabu pekan ini (17/3/2021).
Centro termasuk jaringan ritel milik Parkson Retail Asia Limited (Ltd) yang tercatat di Bursa Singapura (SGX), yang dikelola oleh PT. Tozy Sentosa. Sementara di negeri jiran Malaysia, terafiliasi dengan Parkson Holdings Berhad yang tercatat di Bursa Malaysia.
Lantas bagaimana rekam jejak dan pemegang saham sang induk Centro tersebut. Parkson Retail Asia Ltd didirikan pada tahun 1987 silam. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan per Juni 2020, Parkson adalah salah perusahaan bisnis ritel departement store di kawasan Asia. Perusahaan ini pertama kali melantai di Bursa Singapura pada 3 November 2011.
Secara total, sampai 30 Juni tahun lalu perusahaan ini memiliki 61 gerai department stores, terdiri dari 42 gerai di Malaysia, 4 di Vietnam dan 15 di Indonesia (cnbcindonesia.com : “Centro Jogja Tutup Usai 15 Tahun, Ini Rekam Jejak Investornya”).
Menurut Dwi Cipta dalam tulisannya sebagai editor buku antologi hasil Kongres Kebudayaan Desa tahun 2020, yang berjudul: “Ekonomi Berkeadilan : Perekonomian dan Kemandirian” memaparkan bahwa krisis kapitalisme yang dibuka oleh pandemik Covid -19 ini perlu direfleksikan pada sejumlah gagasan dan inisiasi pelembagaan tata ekonomi baru yang lebih berkeadilan.
Dalam konteks desa, refleksi ini berada pada kisaran upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menata ulang bangunan industrialisasi desa yang telah dikondisikan dengan cara sedemikian rupa oleh tatanan ekonomi non liberal menjadi bangunan industrialisasi yang didikte oleh pasar.
Contoh inovasi yang berangkat dari kecerdikan masyarakat akar rumput dalam menghadapi krisis selama pandemi Covid-19 adalah penciptaan pasar tertutup di Desa Panggungharjo untuk meminimalisasi uang masyarakat keluar dari wilayahnya.
Berkolaborasi dengan empat desa di Kabupaten Bantul, yaitu Ngestiharjo, Guwosari, Wirokerten, dan Sriharjo bergabung dalam platform digital pasardesa.id yang dikelola oleh Yayasan Sanggar Inovasi Desa bersinergitas dengan Pemerintah Desa melalui intervensi kebijakan pemanfaatan BLT Dana Desa.
Bukankah founding father kita, Bung Hatta telah meletakkan fondasi ekonomi dengan prinsip “gotong royong, kekeluargaan, kemandirian, dan kesejahteraan sosial” serta melembagakan bangunan ekonomi dalam bentuk koperasi. Dan prinsip-prinsip ekonomi yang diajarkan oleh Bung Hatta ini, masih bisa bertahan dan mendarah daging di sanubari semua warga desa.
Covid-19 semakin mempertegas kewenangan lokal desa untuk membangun kemandirian dan kedaulatan desa, yang salah satunya adalah kemandirian dan kedaulatan ekonomi desa, yang bersendikan pada nilai –nilai luhur warisan nenek moyang kita dengan mendefiniskan desa sebagai ibu bumi. Filosofi Jawa yang masih relevan sampai saat ini, yaitu memayu hayuning bawana, yang berarti menjaga keindahan dan kecantikan ibu bumi.
Fenoma tutupnya Centro Departement Store di Plaza Ambarukmo Yogyakarta, Rabu (17/3/2021) menandakan sistem ekonomi urban, sitem ekonomi pasar bebas begitu rapuhnya. Berbeda dengan sistem ekonomi desa yang lebih punya daya lenting (resiliensi) untuk bertahan dengan ekonomi kerakyatannya, yang mengedepankan gotong royong, sambatan, mandiri dengan bersahabat dengan alam beserta kebudayaannya.
Adalah Kongres Kebudayaan Desa tahun 2020, dan Yayasan Sanggar Inovasi Desa sebagai penggagasnya, yang bertugas untuk merajut inisiatif menjadi gerakan efektif. Sebagaimana dikatakan oleh Hilmar Farid sebagai Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud dalam tajuk “Pidato Kebudayaan” bahwa revolusi pedesaan sudah dimulai. Merajut sciensce mutakhir dengan pengetahuan tradisional. Kita merajut teknologi digital dengan pranata sosial.
Gerakan ini adalah gerakan indisipliner, karena tidak ada bidang ilmu atau sektor masyarakat yang bisa menjalankan tugas besar sendirian. Disinilah semangat gotong royong akan mendapatkan wujud nyata. Kemandirian dan kedaulatan ekonomi desa menjadi nyata, dengan hadirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikelola secara profesional oleh warga desa dengan berorientasi pada : profit dan benefit (bagi) masyarakat desa.
Lewat penyelenggaraan acara seperti Kongres Kebudayaan Desa kemarin pada tanggal 1 Juli 2020, kita terus menghidupkan impian Hatta tentang kemajuan Indonesia lewat desa : “Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tetapi Indonesia baru akan bercahaya ketika lilin-lilin di desa.”
REFERENSI:
Wahyudi Anggoro Hadi dkk., 2020, “Ekonomi Berkeadilan : Perekonomian dan Kemandirian Karya, Yogyakarta, Yayasan Sanggar Inovasi Desa.
http ://www. cnbcindonesia.com. “Centro Jogja Tutup Usai 15 Tahun, Ini Rekam Jejak Investornya” diunduh tanggal 11 April 2020 jam 17.30.