
Menjelang Hari Raya
tiba-tiba kau dipeluk gelisah
langkah gesa di punggung hari yang masih dini
sebentar lagi akan sirna
tak ada keramaian di ambang fajar
tarian sendok garpu
batinmu bertanya, “mungkinkah Tuhan tetap mencipta sua
pada ramadan berikutnya?”
mendadak kedua biji matamu mengalirkan sesuatu
yang hangat ke pipimu
gelisah semakin erat mendekap
bibir tak kuasa berucap
sinyal rindu datang menyergap
pada jiwa sepimu
menjelang hari raya
Semarang, 2021
Ragam Rindu
kita tidak sedang dilanda rindu yang biasa-biasa saja
sebab persuaan tak lagi mudah dilakukan
tawa tangis tanpa pelukan
tertangkap lewat telinga kita masing-masing
di balik bilik bambu, yang hampir tak pernah bising
oleh ragamnya dengung rindu
kini meraung, merayap ke langit
bisakah pulang ke kampung halaman?
bisakah bertemu sanak saudara?
bisakah bertatap muka?
pada akhirnya kita hanya mampu menanak rindu
di atas tungku dan menikmatinya sendirian
entah sampai kapan akan tandas
Semarang, 2021
Elegi Hari Raya
mula-mula jiwaku berjingkrak riang
walau sebatas nada-nada tergumam di dalam hati
dendang takbir selepas petang, merangkak memanjat malam
hingga pagi saat berbondong derap langkah
hendak menyentuh rumah-Nya
kini basah oleh air mata
menumpuk sendu yang kelabu
seketika menjelma elegi
bertajuk hari raya
Semarang, 2021
Ambang Kemenangan
di ambang kemenangan, seseorang bermandikan air mata
bila saja waktu dapat terhenti, ia memilih itu
supaya sujud-sujud masih ramai
terlihat di rumah-Nya
di ambang kemenangan, seseorang bersorak riang
bila saja masa bisa dipercepat, ia ingin itu
supaya lekas melepas beban
amarah dan hawa nafsu
di ambang kemenangan, siapakah kita?
Semarang, 2021