
(Foto: Yayasan Sanggar Inovasi Desa)
Identitas Buku
Judul Buku : ANTIKORUPSI dan AKUNTANBILITAS : Sistem dan Habitus Transparansi
Dewan Redaksi : Wahyudi Anggoro Hadi, Ryan Sugiarto, Ahmad Musyaddad, Any Sundari, AB Widyanta, dan Sholahuddin Nurazmy
Penerbit : Yayasan Sanggar Inovasi Desa
Cetakan : Pertama, Agustus 2020
Ukuran Buku : 13 x 19 cm
Tebal Buku : xl + 113 halaman
ISBN : 978-623-6745-00-7
Judul Resensi : Praktik Kejujuran dari Desa
Resensator : JUNAEDI, S.E.
Giri Suprapdiono, Direktur Diknyamas KPK, melalui “Sekapur Sirih”nya, menuliskan bahwa Indonesia sudah benar dalam pemberantasan korupsi, tetapi terlalu kaya dengan isu kota sehingga di desa juga perlu dilibatkan pemberantasan korupsi. Untuk itu, ada tiga strategi yang dilakukan KPK : Penindakan agar koruptor jera, pencegahan agar orang tidak melakukan korupsi, pendidikan agar orang tidak ingin korupsi.
Sujanarko, sebagai pejabat KPK- RI, memaparkan bahwa saat ini, Presiden sedang memulai gagasan untuk melakukan pengawasan melalui pemanfaatan data terbuka, yaitu open government inisiative. Dalam konteks ini, penyelenggara negara tidak boleh tertutup terhadap data. Hal ini diharapkan akan meningkatkan transparansi pemerintah dan memudahkan pengawasan publik, serta mengurangi kemungkinan tindakan korupsi.
Untuk mendukung hal itu, KPK membangun dan meluncurkan aplikasi bernama JAGA 5.3.2. Aplikasi ini berisi informasi yang transparan dan akuntabel atas dana pendidikan, kesehatan, anggaran negara, Dana Desa dan juga memuat perizinan. Selain itu ada informasi terkait bantuan sosial pemerintah dalam penanganan Covid-19. Aplikasi JAGA ini bertujuan sebagai akses informasi dan pelayanan publik juga praktik terbaik untuk mencegah korupsi.
Frans Maniagasi, Ketua Forum Diskusi Sabang Merauke (FORSAM) menyatakan bahwa agenda pemberantasan korupsi di Papua selama masa Reformasi lebih mengandalkan inisiatif KPK di pusat ketimbang berdasarkan perubahan di tingkat lokal. Baru dalam tiga atau empat tahun terakhir ini KPK intens melakukan upaya-upaya pemberantasan dengan memberikan advokasi tentang tata cara pengelolaan keuangan agar tidak terjadi korupsi.
Selain itu dalam pendampingan baik dari Pemerintah, KPK, BPK juga dari lembaga-lembaga nonpemerintah seperti LSM, Yayasan Pembangunan Masyarakat Desa (YPMD) yang sudah terbukti banyak melakukan upaya pemberdayaan pada masyarakat lokal sekaligus sebagai institusi yang mampu mendampingi usaha pemberantasan korupsi di tanah Papua.
Adanya kelompok warga yang berdaya di desa sangat penting. ICW pada tahun 2018 menggagas terbentuknya kelompok warga yang disebut denagn Pusat Sumber Daya Warga (PSDW) atau dengan nama lain di Desa Seboro, Padasuka, dan Tulungrejo.
Berbeda dengan tulisan Mahmudin, yang menyoroti keberadaan Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) adalah salah satu untuk memperkenalkan dan membangun generasi muda anti korupsi, yang merupakan wadah pembelajaran antikorupsi yang berdiri sejak tahu 2010. Dalam perjalannya, SAKA menerima siswa dari berbagai kalangan tanpa batasan umur.
Tujuannya adalah untuk melebarkan cakupan edukasinya antikorupsi ke berbagai lini. Ada juga program yang dikhususkan untuk mengenalkan dan membentuk generasi antikorupsi. Target utamanya adalah mahasiswa, aparatur negara dan partai politik.
Muh. Ilham Akbar, mantan Ketua Komunitas Barisan Anti Korupsi Ahmad Dahlan (Bakad UAD) periode 2018-2019 berpendapat bahwa pembentukan Komisi Pengawas Keuangan Desa menemukan relevansinya bagi kemunculan komisi negara independen, dan ini merupakan agenda yang mendesak.
Kemunculan desa fiktif yang mengakibatkan kerugian negara memberi bukti bahwa pengawasan yang dilakukan selama ini oleh Kementrian Desa, Kemendagri, dan Kemenkeu tidak bisa dibiarkan berdiri sendiri (hanya dalam kekuasaan pemerintah/organ lembaga pemerintah). Perlu pengawasan eksternal oleh sebuah lembaga yang tidak terikat pada lingkaran kekuasaan eksekuitf.
Keberadaannya merupakan lembaga negara independen atau sebagai sebuah komisi negara yang mengawasi jalannya pemerintah desa dalam tata kelola keuangan yang rekomendasinya kepada kementrian terkait (administrasi), dan penegak hukum (polisi, jaksa dan KPK) wajib dilaksanakan. Lembaga dalam kajian tulisan ini disebutkan dengan nama Komisi Pengawas Keuangan Desa.
Kelebihan dan Kelemahan Buku
Buku pengetahuan tentang Antikorupsi dan Akuntabilitas, layak untuk dimiliki dan dibaca untuk semua kalangan (stake holder) untuk menumbuh kembangkan virus kejujuran, transparansi dan tanggung jawab. Dan jika sekian banyak angka tak di dengarkan lagi bunyinya, barangkali sudah saatnya kita memasukkan strategi kebudayaan untuk menarasikan cerita-cerita mengenai korupsi.
Bagaimana pun cerita selalu bisa lebih mudah disimak, dihayati dan direnungkan. Sastra merupakan salah satu ruang alternatif untuk membangun kesadaran terkait korupsi. Sehingga, korupsi tidak lagi dipandang sebagai masalah hukum dan terus menerus berurusan dengan angka, tetapi selayaknya dihayati sebagai tanggung jawab semua warga negara dalam kehidupan bernegara.
Penggunaan kosa-kata ilmiah atau asiang merupakan sisi kelebihan dan juga sisi kelemehan buku ini. Di satu sisi, dapat memperkaya perbendaraan kosa-kata, pada satu sisi yang lain semakin membuat bingung pembaca. Sistematika penulisa buku, tidak terlalu detail, pendahuluan, batang tubuh dan penutup serta tidak dituliskannya bab per bab, menurut saya termasuk kelemahan buku ini.
Tampilan buku (termasuk ukuran buku yang kekecilan) yang kaya pengetahuan ini, tidak didukung tampilan cover yang mewah, ukuran buku yang normal dan kertas yang bagus merupakan hal yang sangat disayangkan.