
(Foto: Yayasan Sanggar Inovasi Desa)
Covid-19 datang pada sebuah era ketika dunia tengah beralih memasuki era revolusi 4.0. Ini adalah sebuah era ketika algoritma dan data raya (big data) dapat dikatakan tahu tentang diri kita melebihi yang kita ketahui tentang diri kita sendiri. Dengan itu, tumbang pula individualisme yang inheren dalam tesis-pengetahuan diri.
Datakrasi sendiri – menurut Martin Suryajaya – bisa diartikan sebagai sebuah tatanan pemerintahan yang dikelola secara impersonal, tanpa individu atau kelompok pemimpin, sepenuhnya berdasarkan kecerdasan buatan (AI) dengan berbasiskan data raya yang terhimpun dari seluruh aktivitas warga negara. Dengan ini, pemerintahan sepenuhnya dijalankan dengan formulasi AI yang ditentukan berdasarkan nilai-nilai demokratis. Interpretasi mnausia tidak dibutuhkan dan diharapkan menjauh dari simpulan kebenaran yang dirumuskan oleh AI.
Contoh lain menyangkut betapa penting dan berpengaruhnya data dapat kita lihat dari peristiwa yang disebut sebagai Cambridge Analytica. Pada tahun 2016, data pengguna Facebook bocor dan digunakan oleh tim kampanye Donald Trump untuk memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat.
Isu pemanfaatan big data dan media sosial untuk perumusan kebijakan publik bukan hal yang baru dibahas. Salah satu artikel yang ditulis Douglas Yeung (2018) mengenai manfaat analisis (big data) media sosial terhadap arah kebijakan kesehatan merupakan contoh yang cukup jelas.
Pengetahuan ihwal perilaku publik yang diproses melalui teknologi machine learning sangat berguna untuk mengukur perilaku dan tingkat kesehatan masyarakat, serta intervensi kebijakan seperti yang seharusnya di lakukan. Ketika pandemi Covid-19 tiba, kebutuhan akan data yang akurat benar-benar urgen.
Dalam hal data kependudukan, seperti yang disampaikan oleh Sukamdi dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, misalnya. Ia menyebut bahwa ada kecenderungan selama masa pandemik Covid-19 pemanfaatan big data semakin meluas dan intensif. Salah satu contoh pemanfaatan big data untuk analisis perubahan pola mobilitas penduduk semasa pandemi Covid-19 di lakukan oleh Google.
Mengapa analisis sebagaimana dilakukan oleh Google tidak pernah dari dalam negeri? Alasan yang paling jelas adalah karena kontrol terhadap data tidak berada tidak berada di tangan kita. Atau alasan lain yang paling elementer adalah tidak ada yang paham tentang keberadaan dat tersebut dan sekaligus bagaimana mengolah dan menganalisis. Setidaknya, begitulah kesimpulan yang dinyatakan Sukamdi.
Datakrasi bisa menjadi permodelan pencegahan korupsi dengan kekuatan data yang rigid dan terkontrol oleh publik. Mochamad Hadiyana, Deputi Bidang Informasi dan Data Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan contoh bagaimana big data analytics dapat digunakan untuk menyisir informasi dan menemukan detail rumit yang lepas dari pengamatan manusia.
Sebagai contoh, Panama Papers dapat ditulis karena jurnali menggunakan big data untuk menganalisis lebih dari 11.000 dokumen. Selain itu, big data analytics dapat menilai beberapa sumber informasi yang berbeda untuk menemukan tren yang mudah terlewatkan oleh kita. Contoh lain, Komisi Eropa dan Transparansi International menggunakan perangkat lunak big data analytics milik mereka untuk membandingkan data dari lembaga swasta dan lembaga publi guna menemukan penyimpangan, konflik kepentingan, dan tanda-tanda perilaku korup lainnya.
Dalam aspek kebudayaan, data juga merupakan salah satu aspek penting, sebagaimana disampaikan oleh Ivanovich Agusta, Kapala Pusat Data dan Informasi Kementrian Desa, PDT, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Data menunjukkan wajah desa. Sebelum adanya data, atau ketika data tidak ada, desa bagai tidak berwajah, atau setidaknya, wajah desa tersembunyi.
Ketika pandemi Covid-19 terjadi, pengambilan data untuk pemberian bantuan lebih mudah karena diambil langsung dari desa. Bantuan sosial yang dikucurkan oleh pemerintah, jika sesuai data yang di-input, maka dana tersebut hampir mencakup hampir 85 persen dari jumlah keluarga di Indonesia. Maka tidak perlu ada kekhawatiran bahwa angka kemiskinan maik sekitar 4-5% karena bantuan sosial suddah siap sampai 70 % untuk warga. Sistem pendataan BLT dana desa telah sesuai dengan kesepakatan dengan indikator berbasis RT yang ddilakukan oleh Relawan Desa Tanggap Covid-19.
Budiman Sujatmiko juga menyampaikan gagasannya tentang desa dan kaitannya dengan data. Ia menyatakan bahwa hari ini kita memerlukan sebuah konsep di mana masyarakat bukan hanya berdana, melainkan juga berdata dan berdaya. Kita memerlukan sebuah kerangka di mana masyarakat dapat memiliki akses untuk menuju kondisi ekonomi dan sosial lebih baik.
Kelebihan dan Kelemahan Buku
Buku sumber pengetahuan yang baru terutama bagi pembaca, pegiat dan pemerhati desa layak untuk memilikinya. Sangat recomended, layak dibaca dan dimiliki oleh Kepala Desa, Pendamping Desa, Pegiat Desa, dan semua lapisan masyarakat yang tertarik dan peduli tentang isu desa dalam rangka untuk mewujudkan kemandirian data desa.
Dari buku ini, kita dapat menemui istilah-istilah datakriasi, seperti big data, datanomics, big data analytics, cambridge analytica, data real time, machine learning, data governance, universal basic asset dan sebagainya, yang bila dari dua sudut pandang merupakan kelebihan dan kekurangan. Bagi warg desa, isitilah-istilah cukup membuat kita bingung, tetapi sebagai intelektual muda istilah-istilah tersebut akan memperkaya khasanan kosa-kata kita.
Buku se-perfect ini, sayangnya tidak di dukung oleh perfomance materialnya. Seperti kertas yang digunakan baik cover maupun kertas cetak terkesan sederhana sekali dan ukuran buku juga kekecilan kurang besar, sehingga tidak mendukung kemegahan buku ini. Di tambah sistematika penulisan buku, yang cenderung apa adanya tidak di atur bab per bab, dan juga tidak ditulis secara urut : pendahuluan, isi konten, penutup.
Identitas Buku
Judul Buku : DATAKRASI: Meningkatkan Kualitas Hidup Berbasis Data
Dewan Redaksi : Wahyudi Anggoro Hadi, Ryan Sugiarto, Ahmad Musyaddad, Any Sundari, AB Widyanta, dan Sholahuddin Nurazmy
Penerbit : Yayasan Sanggar Inovasi Desa
Cetakan : Pertama, Agustus 2020
Ukuran Buku : 13 x 19 cm
Tebal Buku : xxxiv + 116 halaman
ISBN : 978-623-94710-8-8
Judul Resensi : Kedaulatan Data Desa
Resensator : JUNAEDI, S.E