Sastra

Nyanyian Sungai: Kumpulan Puisi Riska Widiana

Spoorbrug over de Ombilin rivier, Padangsche Bovenlanden
(Sumber: Collectie Tropenmuseum/Wikipedia)

MEMETIK BULAN

andai meraih bulan
seperti memetik bunga mawar di halaman rumah
tak sempat khayalan terlebih dahulu sampai
dari pada tangan yang tak sampai meraih

Riau, 2021


SAJAK MALAM

kau hamburkan bintang ke langit
menjadikan cahaya di gelapnya malam
serta kau peluk malam yang murung
membawa ke lembah yang jauh
tempat kesunyian paling damai

angin-angin datang sebagai menyejuk jiwa
hujan turun menjadi lagu di keheningan
pohon berbaris dan gemersik daun
menjadi teman bicara paling setia
saat orang-orang meninggalkan kita

Riau, 2021


MENANTI HUJAN

angin memetik rindu
dari dalam jiwa-jiwa
membawa pergi ke langit
menjadikan sebuah hujan sebagai perantara
tiap rintik yang turun menjelma puisi
dituai oleh penanam rindu
melalui hujan yang luruh

Riau, 2021


TANAH KERINDUAN

telah kuciptakan ladang luas dalam dada
tempat mimpi ditumbuhkan

ketika daun harus mengakhiri janji pada tangkai
akar terpaksa harus terpisah pada tanah
saat batang tidak kuat menyimpan kerinduan

maka aku adalah angin
yang selalu datang tanpa pergi
menemani tanah
mengenang kepergian yang berlalu

Riau, 2021


NYANYIAN SUNGAI

sungai berlagu
nadanya keruh
ikan-ikan bernyanyi parau

pantai dipukul ombak berkali-kali
kesedihan tak berujung
bait-bait kepiluan
mendebar di ujung tepian

orang-orang bersorai
di tepi sungai
memuaskan nasib yang sekarat
pada ikan-ikan kini melarat

ia tak bisa menyumpah
sedangkan manusia gemar memuntahkan serapah
sungai tempat amarah menjadi sampah

sedangkan hidupnya berbelas kasih
dari sungai yang letih
berpuisi dengan lirih

Riau, 2021


AKU YANG BUTA OLEH ANGGUR DUNIA

berulang kali Tuhan nyalakan pelita di dada yang bidang
aku yang buta berulang kali tertiup dan padam

di kepalaku yang bundar
hanya penuntas bagi perut yang lapar
suara ambulan tidak membuatku sadar
bahwa hidup hanyalah sebentar

kadang keterlenaan adalah anggur merah
menjadikan mabuk tak tentu arah
kematian seringkali menjelma hantu
datang mengintai di balik kelambu

di atas sajadah aku memetik dosa-dosa
lalu mempersembahkan di hadapan Tuhan esa
dengan mata berkaca-kaca
aku membiru dalam doa-doa

air mata berderai-derai
di depan pintu langit
aku mengetuk berulang
mencari ampunan yang tak pernah usai

Riau, 2021


HUTAN YANG TAK BERPKAIAN

orang-orang mewarnai sendiri matahari
sebab di mata mereka
sinarnya kini abu-abu

sejak banyak asap melesap
masuk dan hirap
ke dalam rumah yang dimakan rayap

bila hujan turun
hutan menggigil kedinginan
bajunya lepas
ia sakit

hujan mencurah ke tanah
bumi tak kuat
ia pasrah
kemudian patah

hujan mencurah di mata manusia
rumah-rumah menjadi lemah
orang-orang kehilangan pemukiman
seperti burung yang kehilangan sarang

Riau, 2021



Bantenhejo.com adalah media jurnalisme warga dan berbasis komunitas. Isi tulisan dan gambar/foto sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Untuk sanggahan silahkan kirim email ke bantenhejo[at]gmail.com.


Tentang Penulis

Mulai aktif menulis sejak tahun 2020 hingga sekarang. Karyanya pernah termuat ke dalam media cetak ataupun online. Memiliki satu buku antologi berjudul [DALAM KATA AKU MENCIPTA 2020 DI RUANG KARYA] Dan antologi bersama [ANALEKTA RASA 2020. DI GUEPEDIA] serta satu buku novel berjudul (SINGGASANA CAHAYA 2020 DI MIRAJ GRAFIKA). Kini tergabung dalam grub kepenulisan (KEPUL) Kelas Puisi Alit dan KPB (Kelas Puisi Bekasi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *