
MEDITASI
Puisi Sulaiman Djaya
Januari merapihkan daun-daun tuanya
Jadi musim dan siklus baru
Menyusun kembali tahun-tahun
Yang menghuni semesta matamu.
Sebagaimana keluguan mereka
Aku ingin menemukan cara
Untuk mencintaimu tanpa kata-kata,
Tanpa perumpamaan.
Dari nestapa dan kegembiraan
Puisi ada dan dituliskan.
Dan ketika aku memikirkanmu
Kamus-kamus bahasa ikhlas terbuka.
(2022)
AMSAL JANUARI
Puisi Sulaiman Djaya
Yang terindah dari Januari:
Ketabahannya menanggung rindu
Jadi gerimis.
Disiramnya segala yang terluka
Dengan kepedihannya
Yang setia.
Didendangkannya sebuah lagu
Yang hanya bisa didengar
Oleh mereka
Yang sedang jatuh cinta
Seperti ketika sepasang matamu
Syahdu berkata-kata.
(2022)
DI DUNIA MESIN
Di halte dan stasiun, orang-orang menunggu:
ada yang tampak gembira.
ada yang terlihat muram,
ada yang terkantuk,
ada yang membunuh sepinya
dengan berpura-pura
bahagia.
Dan kebanyakan dari mereka
tak saling menyapa
apalagi berbicara.
Si perempuan belia begitu asik
dengan gawainya, juga barangkali
sekedar menyembunyikan kegelisahannya
dengan sebuah mesin.
Aku pun menunggu, dan seringkali bosan
di dunia yang justru menyediakan
segala hal. Dan anehnya, banyak orang
mempercayai para pembual
yang berjualan agama
layaknya para pedagang obat kuat.
Ke mana suaraku?
Di mana bahasaku? Kenapa orang-orang
lebih suka dihasut oleh mereka
yang jualan agama
di tivi-tivi, di youtube
seperti robot dengan tubuh mekanik
yang ditombol segelintir penipu.
Di dunia mesin,
orang-orang tak sanggup berpikir
karena telah menjadi mesin.
(2019)
UMUR KATA
Aku rindu ricik air
Di batu-batu
Masa kanakku. Kapuk randu
Yang terhambur.
Matahari bermain
Dengan unggas
Ibundaku
Dan para serangga
Beterbangan di lalang
Yang hilang.
Aku rindu masa kecil
Ketika belum kukenal
Bahasa yang
Dijadikan senjata
Oleh mereka
Yang menganggap hidup
Sekedar benda-benda
Untuk dibeli
Dengan kertas bergambar.
Aku rindu pagi
Yang bernyanyi
Di ranting-ranting
Yang disentuh matahari
Setelah gerimis
Subuh hari.
Ketika kubaca dunia
Dari kata-kata doa
Yang didaras ibunda.
(2019)
DI KEBON SIRIH
Di pedestrian rindang ini, aku pernah membeli
segelas plastik kopi dari seorang ibu,
duduk menunggu seseorang
dan kini seperti
belum lama terjadi
cahaya matahari yang sama
luruh bersama daun-daun kering
disapu seorang bapak
seakan menyapu puing-puing nasib
atau sesosok malaikat memunguti luka-luka
kebiadaban sejarah manusia
dalam perpustakaan yang seringkali
ditulis dengan dusta
dan aku bertanya: tentang apa
puisi mesti ditulis?
Ketika lalu-lalang perempuan-perempuan belia
berseragam dan para pedagang asongan
sama nyatanya di hadapan mata.
Seakan ini kali kesekian aku percaya
bahwa perumpamaan bukan sesuatu tentang
yang tak ada.
Barangkali, seperti ketika aku,
terkenang diam matamu
di kota yang lain, selalu saja, pada akhirnya
yang bagiku senantiasa indah
adalah ketika lelaki jatuh cinta
pada perempuan yang belum dikenalnya
yang memberinya tuah kata
dan bahasa
untuk menuliskan riwayat hidupnya.
(2019)
Semoga Sehat selalu bpk Sulaiman Djaya… Semoga karya² ini senantiasa mnginspirasi imaji dan mengilhami para pecinta sastra..
Amin