
Teluknaga – Sebuah sirene Ambulance berderang kencang. Laju kendaraan beroda empat itu melenggak-lenggok di tengah jalan yang sesak akan kendaraan lain. Wajah-wajah cemas di dalamnya penuh dengan ketir dan harapan. Seorang yang terbaring meringgit menahan sakit, ia hanya ingin lekas sampai di tempat tujuan.
Lalu Lalang kendaraan lain terkadang menghambat laju mobil Ambulance itu, bukan hanya sekedar terburu-buru, tetapi ada nyawa yang harus diselamatkan. Tapi kenyataannya tidak semua pengendara lain peduli atau paham akan situasi darurat yang dihadapi mereka. Menyebabkan mobil Ambulance sering tertahan atau terlambat sampai kerumah sakit.
Kenyataan lainnya, ada banyak orang mengeluh karena ketersediaan mobil Ambulance yang terbatas. Apalagi, masyarakat benar-benar membutuhkan kendaraan itu dalam keadaan darurat. Sadar akan dilema tersebut, sosok pemuda desa yang tersentuh hatinya tergerak memberanikan diri untuk membentuk satu Komunitas di bidang Kemanusiaan.
Adalah Relawan Desa Pangkalan, atau biasa disingkat RDP. Sebuah komunitas yang menyediakan angkutan mobil Ambulance bagi masyarakan dan warga sekitar yang sedang membutuhkan.
Jumadi, pemuda berusia 22 tahun adalah seorang penggagas komunitas RDP. Tak hanya bekerja dalam bidang Kerelawanan, ia juga bekerja sebagai Staff di Kantor Desa Pangkalan, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.
Jumadi mengatakan, alasannya membentuk Komunitas Desa Pangkalan demi membantu masyarakat yang tengah dalam kondisi kesulitan dan situasi darurat. Dia hanya ingin dapat berguna di tengah masyarakat apalagi sebagai seorang pemuda.
Alasan lainnya, kata jumadi, dia turut bergabung dalam komunitas RDP merupakan ketulusan dari hatinya dan tergerak demi Kemanusiaan. Ia juga berujar, tidak ada paksaan namun itu murni dari hatinya untuk tergerak demi Kemanusiaan, saat ditemui di Markas Relawan Desa Pangkalan.
Jumadi juga menuturkan, bahwa Komunitas RDP telah mendapatkan perhatian dari Camat Teluknaga. Juga diakui dan didukung penuh oleh Polsek Teluknaga juga Koramil Teluknaga. Menurutnya, ini adalah hasil dari kesabaran dan rasa kepedulian teman-teman RDP.
Wewenang Komunitas Relawan Desa pangkalan, ada pada ketua dan wakil ketua serta penasihat juga penanggung jawab, yaitu Kepala Desa Pangkalan. Jumadi juga menyampaikan, Komunitas Relawan RDP ini tersedia selama 24 jam.
Jika masyarakan membutuhkan tinggal menghubungi RDP melalui Ketua RT/RW, Mandor, atau Staff Desa. Dan untuk pelayanan tidak terbatas untuk warga Desa Pangkalan saja, jika masih di Kecamatan Teluknaga bisa juga menghubungi team dari RDP.
Tunda menikah, rela beli mobil Ambulance pakai uang pribadi
Raut wajah yang sumringah, Jumadi mengenang ketika dia rela menunda untuk menikah dengan sang pujaan hati demi untuk membeli sebuah mobil bodong seharga 25 juta. Uang pribadinya pun terkocek sebesar 15 juta, padahal ia kebingungan, karena masih mempunyai hutang sebesar 10 juta. Tapi ia percaya Tuhan selalu memberikan jalan untuk orang yang ingin berbuat kebaikan. Pada saat bingung-bingungnya, Jumadi memberanikan diri menemui pak kepala desa.
“Pak, punten saya membeli mobil untuk menambah kekurangan mobil ambulance di desa pangkalan, saya sudah bayar sebesar 15 juta, tapi untuk yang 10 juta ini saya masih belum menemukan jalannya pak,” ujar Jumadi menceritakan kisahnya.
Mendengar kabar haru langsung dari Jumadi, Kepala Desa Pangkalan, tanpa mempersulit langsung menyetujui untuk melunasi sisa angsuran mobil yang belum terbayarkan.
Meski mobil Ambulance tambahan telah lunas, Jumadi harus menerima kenyataan yang cukup menyesakan. Karena, dia dan sang kekasih telah mengakhiri hubungan semenjak 4 bulan lalu. Jumadi tak lantas berlarut dalam kesedihan. Dia tetap optimis, dan menganggap mungkin memang belum jodohnya.
Dari kisah kegigihan Jumadi mendirikan suatu komunitas relawan ini dapat disimpulkan bahwa di masa sekarang peran relawan banyak sekali dibutuhkan. Baik di suatu gerakan masyarakat, misi sosial, kegiatan perusahaan maupun pemerintah.
Meskipun dibutuhkan, tak jarang pula banyak pendapat sinis mengenai kegiatan dan pekerjaan kerelawan. Sebagian bahkan masih ada yang menilai terdapat ketidakseimbangan antara waktu, usaha bahkan dana yang dikeluarkan untuk kegiatan kerelawanan tersebut. Seringkali relawan tidak mendapat upah setelah praktiknya. Sudah berlelah-lelah, repot ngurusi ini-itu tapi tidak dapat apa-apa. Pernyataan seperti itu yang mungkin membuat enggan bagi sebagian untuk terjun ke dalam dunia kerelawanan.
Sejatinya dunia kerelawanan memang tak mengharap banyak bayaran. Karena layanan yang mereka berikan bukan layanan komersil, melainkan layanan membantu sesama tanpa pamrih yang justru membuat kerelawanan tak ternilai harganya, begitu mulia. Seperti yang diucapkan oleh Anies Baswedan, “Relawan tak dibayar bukan karena tak bernilai, tapi karena mereka tak ternilai harganya.”(*)