Sastra

Sepucuk Senjata; Puisi-puisi Wan Sutaji

Foto: beritadaerah.co.id

Sepucuk Senjata

Terbungkus kain dua warna
Merah dan putih yang menguning emas
Ditangan, leher dan telinga pertiwi
Sepucuk senjata tak mau kembali berbunyi

Sepasang mata hanya ingin redup cahaya
Membidik masa dalam kamar kenangan
Didalam selongsong senapan peristiwa tersimpan
Secepat peluru masa perjuangan berlalu

Kemenyan dinyalakan
Do’a bahasa ibu dilantunkan
Sangkuriang selesaikan kapal waktu semalam
Begitupun kalahkan jet tempur dan meriam

Takut hanyalah laju tetes hujan menuju tanah dari atap ilalang
Yang ditahan telapak tangan anak-anak
Dendam bebas menarik lepas bengis para penjajah

Adakah rasa bersalah?
Atau hanya bangga yang berkarat disepucuk senjata
Dan tangan keriput pemiliknya

Kini pelatuk terkunci norma
Moral mematangkan tubuh yang berjarak kurang sejengkal
Dari kesempurnaan


17 Agustus

Lalu-lalu Agustus bulan angin selatan
Dimana matahari sesungguhnya menunjukkan diri
17 Agustus berguncang radio RRI oleh guruh proklamasi di Jakarta

Di desa-desa semarak serentak rayakan kemerdekaan
Akhir dari sebuah penindasan
Musnahlah kolonialisme dibumi pertiwi

77 tahun lalu semua penduduk nusantara berteriak merdeka
Haru dan air mata bahagia tumpah menjadi laut
Yang ditemukan paus terdampar dengan sisa harapan yang nyaris hilang

Adakah yang pilu? 77 tahun berlalu kita dijajah oleh gaya baru
Satu dua orang dulu hampir-hampir tahu
Kekayaan bumi milik kita sendiri tak dapat kita nikmati

Agustus tahun ini
Mari nyalakan kembali lagu-lagu kemerdekaan
Dengan cita-cita terbakarnya segala bentuk penjajahan




Warna Bendera

Warnamu kami agungkan
Bukan sekadar memasangnya di halaman setiap bulan delapan
Atau di perahu nelayan
Melainkan mekar didada kami yang bangga

Merah putih adalah pusaka pengikat bineka
Mereka yang terbaring denga lubang
Robek bahkan tak utuh tubuhnya
Saling bahu membahu ras dan agama yang beda

Darah dan air mata moyang kita
Terus mengalir leburkan luka dan derita
Diserap akar bunga-bunga kebebasan
Yang mekar dan kita nikmati pesonanya

Ditangan kita semangat juang mereka titipkan
Sebuah bendera menyimpan sejuta makna
Demi rasa hormat, syukur dan terima kasih
Jangan henti kibarkan merah putih
Dua warna yang merangkum senyum para pejuang bangsa


Merdeka Atau Derita

Merdeka hanya untuk penguasa
Pengua hanya punya serakah
Serakah adalah kepintaran yang salah
Yang salah terus jadi pemerintah

Pemerintah tidak pernah mau susah
Susah dibelitkan kepada rakyat
Rakyat menderita oleh kebijakan
Kebijakan yang memusuhi kesejahteraan

Kesejahteraan hanya angan-angan
Angan-angan dipukul keadaan
Keadaan sulit untuk dilawan
Dilawan membuat kekalahan

Kekalahan memberi derita
Derita memaksa untuk teriak merdeka
Merdeka apakah hanya penderitaan belaka?


Bantenhejo.com adalah media jurnalisme warga dan berbasis komunitas. Isi tulisan dan gambar/foto sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Untuk sanggahan silahkan kirim email ke bantenhejo[at]gmail.com.


Tentang Penulis

Lahir di Pandeglang, Banten. Tercatat sebagai mahasiswa Akidah Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Bergiat di forum diskusi Rausyanfikr dan Ikhwan As-Syafa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *